Jombang , radar merah putih.com KPH Jombang dengan mengacu pada RKAP tahun 2020, yang tentunya hal itu telah ditetapkan oleh Direksi untuk dapat mendongkrak dan mempercepat recovery kondisi financial perusahaan dibawah bendera Kementrian BUMN ini.
Dengan total karyawan 325 orang, dan melihat potensi hutan total seluas 37.348 ha yang tersebar di empat kabupaten di Jawa timur seperti Mojokerto seluas 1.637.80 ha, Lamongan seluas 1.448.00 ha, Nganjuk seluas 17.475.30 ha serta lahan yang berada di Jombang
sendiri seluas 16.786.90 ha.
Menurut Adm melalui Waka Adm Jombang MULYANA saat ditemui awak media (29/6) "potensi hutan di wilayah KPH Jombang terdiri dari jenis tanaman kayu jati, kayu pinus, kayu sengon, kayu putih dan kayu rimba lain ".
" Adapun untuk sumber pendapatan kami diperoleh dari Produksi kayu, Daun kayu putih, Minyak kayu putih, Getah pinus, Agroforestry, Area wisata dan Optimalisasi Asset itu sendiri ".
Lebih jauh Mulyana menjelaskan " Program kerja jangka pendek kami saat ini, 1.mengoptimalkan potensi SDH juga Asset perusahaan. 2.Efisiensi dalam pembeayaan. 3.menurunkan angka kerusakan hutan. 4. menerapkan pola silvikultur yang tepat. 5.kerjasama
dengan LMDH terkait dengan pengelolaan potensi hutan ".
Sedangkan untuk mendukung program tersebut, kami juga mempunyai target jangka panjang menuju KPH Jombang yang mandiri yaitu membangun cluster kayu putih dengan clone unguul 71 dan di tahun 2025 kami berharap bisa terpenuhi lahan seluas 4.982 ha. Dimana tujuan dari pembanguan cluster teraebut adalah ;
1. Mempercepat recovery kondisi financial perusahaan. 2. Memberikan kepastian arah pada pembangunan bisnis komoditi kayu putih. 3. bisa menyediakan bahan baku daun kayu putih yang cukup bermutu dan bernilai tinggi. 4. Memberdayakan masyarakat
Industry Atsiri dalam hal ini pihak LMDH ".
" Selain itu, kami berharap agar konflik lahan tanaman tebu yang sudah bertahun-tahun terjadi ada jalan keluar terbaik, dengan terbitnya aturan atau legalitas terhadao existing tebu bisa menjadi sumber pendapatan perusahaan ".
" Selama ini, kami hanya menjadi penonton dan baru bisa mengambil langkah sebatas inventarisasi, koordinasi juga menjaga agar tidak ada penambahan luas lahan yang ditanami tebu wilayah tersebut. paling tidak kalau legalitas dalam pengelolaan dengan pola Agrovorestry bisa diterapkan, maka perhutani secara otomatis bisa memungut PNBP juga sharing produksi tebu sebagai pendapatan perusahaan ".pungkas Mulyana. (Team/ich)
0 Komentar