Nganjuk , radarmerahputih com - Penunjukan wakil direktur pelayanan kesehatan rumah sakit pemerintah yang bukan dari kalangan tenaga medis tidak sejalan dengan peraturan Menteri Kesehatan yang telah ditetapkan. Rumah sakit pemerintah dalam penunjukan wakil direktur pelayanan kesehatan harus berlatar belakang pendidikan dokter spesialis atau dokter dengan pendidikan sarjana strata 2 (dua) di bidang kesehatan.
Merujuk Pasal 11 ayat (1) Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia (Permenkes) Nomor 971/MENKES/PER/XI/2009 tentang Standar Kompetensi Pejabat Struktural Kesehatan yang menyatakan bahwa “Wakil Direktur yang membidangi Pelayanan Medis Rumah Sakit yang menyelenggarakan pendidikan profesi kedokteran, pendidikan kedokteran berkelanjutan, dan pendidikan tenaga kesehatan lainnya berlatar belakang pendidikan Dokter Spesialis atau Dokter dengan pendidikan Sarjana Strata 2 (dua) bidang kesehatan”. Sedangkan pada Pasal 11 ayat (2) menjelaskan bahwa “Wakil Direktur yang membidangi Pelayanan Medis Rumah Sakit yang tidak menyelenggarakan pendidikan profesi kedokteran, pendidikan kedokteran berkelanjutan, dan pendidikan tenaga kesehatan lainnya berlatar belakang pendidikan tenaga medis dengan pendidikan Sarjana Strata 2 (dua) bidang kesehatan”. Secara khusus dijelaskan pada angka 11 Permenkes a quo bahwa yang dimaksud tenaga medis adalah: dokter, dokter gigi, dokter spesialis, dan dokter gigi spesialis.
Norma tersebut senafas dengan Pasal 49 ayat (3) Permenkes No.3 Tahun 2020 tentang Klasifikasi dan Perizinan Rumah Sakit, yang menjelaskan Kepala atau direktur Rumah Sakit dan pimpinan unsur pelayanan medik di Rumah Sakit harus seorang tenaga medis yang mempunyai kemampuan dan keahlian di bidang perumahsakitan
Wakil direktur pelayanan kesehatan yang tidak berasal dari tenaga medis dapat mengakibatkan ketidakmampuan dalam memahami dan mengelola aspek-aspek klinis yang terkait dengan pelayanan medis.
Keputusan yang dibuat oleh seorang wakil direktur yang tidak memiliki pengetahuan yang cukup terkait bidang medis dapat berdampak pada pengambilan keputusan yang tidak akurat dan ‘mungkin’ tidak sesuai dengan standar medis yang berlaku. Ini dapat berpotensi membahayakan keselamatan dan kesehatan pasien yang mempercayakan diri mereka pada pelayanan rumah sakit.
Direktur Eksekutif Lembaga Kajian Hukum dan Perburuhan Indonesia (LKHPI), Dr. Wahju Prijo Djatmiko, S.H., M.Hum., M.Sc., ikut bersuara, bahwa penunjukan wakil direktur pelayanan kesehatan yang menyalahi Permenkes memunculkan pertanyaan tentang integritas dan kepatuhan terhadap regulasi yang berlaku. Peraturan tersebut ada untuk memastikan bahwa individu yang menjabat dalam posisi wakil direktur pelayanan kesehatan (medis) di rumah sakit memiliki kompetensi dan pemahaman yang tepat tentang pelayanan kesehatan. Melanggar peraturan ini mencerminkan kurangnya tanggung jawab dalam menjalankan proses penunjukan yang transparan dan akuntabel.
Rumah sakit pemerintah dalam rangka menjaga integritas dan kualitas pelayanan kesehatan seharusnya mematuhi peraturan yang berlaku. Penunjukan wakil direktur pelayanan kesehatan harus didasarkan pada kualifikasi medis sebagaimana telah tertuang dalam Pasal 3 Permenkes No. 971 yang menyatakan bahwa pengangkatan pegawai ke dalam suatu jabatan struktural kesehatan dilakukan setelah memenuhi persyaratan kualifikasi serta standar kompetensi jabatan yang akan dipangkunya melalui proses rekruitmen dan seleksi sesuai peraturan perundang-undangan.
Maka, hal ini menandakan bahwa penunjukan wakil direktur pelayanan medis kesehatan yang dijabat dari luar unsur tenaga medis merupakan cacat administrasi. ( Rdks )
0 Komentar